Selasa, 12 April 2011

Kedaulatan Rakyat

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya sehinnga dapat menyelesaikan tugas softskill Pendidikan Kewarganegaraan yang saya beri judul “Kedaulatan Rakyat” di Universitas Gunadarma.Saya berterima kasih kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan bimbingan sehinnga dapat diselesaikannya tugas ini.
Saya sebagai penyusun meminta maaf apabila dalam makalah ini terjadi kesalahan.Penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk mahasiswa Universitas Gunadarma dan umumnya seluruh masyarakat Indonesia.





Jakarta, April 2011
Penyusun










PENDAHULUAN
Menurut UUD 1945 yang telah diamandemen 4 kali dinyatakan dalam pasal 1 ayat 2 bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Jelaslah, pemegang kedaulatan di Negara Republik Indonesia adalah rakyat. Supaya sistem itu bisa berfungsi dengan baik, tentulah diikuti dengan adanya emilihan umum yang bertujuan untuk memilih anggota-anggota wakil rakyat di parlemen maupun lembaga eksekutif lainnya. Sebabnya, tidaklah mungkin kita mengadakan sistem demokrasi langsung. Para rakyat bergabung dengan partai-partai politik untuk berjuang di parlemen dalam rangka menangkap aspirasi/konstitusional pun akan diluruskan oleh para anggota wakil rakyat itu.
Oleh sebab itu, sejak Indonesia merdeka,kita telah melaksanakan pemilihan umum yaitu:
1. Pemilu 1 tahun 1955 yang belangsung dalam dua tahap yakni tanggal 29 september 1955 memilih anggota DPR dan tanggal 15 desember 1955 memilih anggota konstituante
2. Pemilu II tahun 1971
3. Pemilu III tahun 1977
4. Pemilu IV tahun 1982
5. Pemilu V tahun 1987
6. Pemilu VI tahun 1992
7. Pemilu VII tahun 1997
8. Pemilu VIII tahun 1999
9. Pemilu IX tahun 2004 yang berlangsung dalam dua tahap yakni tahap pertama memilih anggota legislatif dilakukan pada tanggal 5 April 2004 dan tahap kedua dilakukan pada tanggal 5 Juli 2004 dan 5 September 2004 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden terpilih dari periode sebelumnya.
10. Pemilu X tahun 2009









A. Makna Kedaulatan Rakyat
.
Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan kedaulatan atau kedaulatan rakyat. Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 aline ke empat juga dinyatakan “… maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada …” dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dinyatakan “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Pembukaan dan UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 tersebut memuat pernyataan bahwa kedaulatan itu berada di tangan rakyat.
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan tertinggi. Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Kedaulatan bersifat asli karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan itu bersifat tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain. Kedaulatan itu bersifat permanen, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan pemegang kedaulatan tersebut. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi. Jika dikaitkan dengan pemerintahan, pemerintah adalah lembaga yang diberi mandat atau wewenang oleh lembaga yang lebih tinggi untuk memegang kedaulatan dalam negara.
Dalam memahami konsep kedaulatan rakyat, lebih baik kita meng kaji terlebih dahulu tentang konsep perjanjian masyarakat dalam pembentukan negara. Kedaulatan rakyat hanya dapat dilak sana kan di negara yang dibangun atas dasar perjanjian masyarakat. Tokoh tokoh atau para ahli yang mengemukakan teori perjanjian negara adalah sebagai berikut:
a. Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, pada awalnya suatu negara dalam keadaan kacau (homo homini lupus, bellum omnium contra omnes) yang menimbulkan rasa takut. Untuk itu, manusia menyadari bahwa untuk menghilangkan kekacauan tersebut masyarakat berjanji untuk membentuk suatu wadah atau negara yang kepemimpinannya diserahkan kepada seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak (absolute).
b. John Locke
John Locke adalah peletak dasar hak asasi manusia. Menurut pendapatnya, hak asasi manusia harus dilindungi. Untuk melindungi hak asasi, dibuatlah per janjian untuk membuat suatu wadah atau negara yang akan melindungi hak tersebut. Kemudian, wadah itu harus menjamin kepentingan masyarakat dalam suatu peraturan perundang-undangan. John Locke me nyimpulkan bahwa ter bentuknya negara melalui perjanjian adalah sebagai berikut.
1) Pactum unionis, yaitu perjanjian antarindividu untuk membentuk suatu negara.
2) Pactum subjektionis, yaitu perjanjian antara individu dan wadah atau negara untuk memberi kewenangan atau mandat kepada negara berdasarkan konstitusi atau UUD.
c. Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau hidup pada abad ke-18. Menurut pendapat nya, individu menyerahkan hakhaknya kepada negara untuk dilindungi. Kemudian, negara harus melindungi dan mengembalikan hak-hak warga negara. Oleh karena itu, penguasa dibentuk berdasarkan kehendak rakyat. Hal ini melahirkan sebuah negara demokrasi (kedaulatan rakyat). Dalam teori perjanjian masyarakat, akan muncul sebuah negara yang kedaulatannya di tangan raja (Thomas Hobbes) dan kedaulatan yang berada di tangan rakyat (John Locke dan Jean Jacques Rousseau). Di dalam negara demokrasi, rakyat yang berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanya merupakan wakil-wakil rakyat. Dengan demikian, kedaulatan rakyat membawa akibat rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bernegara. Kedaulatan rakyat juga dapat berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kedaulatan sebuah negara tidak mungkin akan dimiliki jika negara tersebut berada dalam penjajahan negara lain. Kedaulatan terdiri atas kedaulatan ke dalam dan ke luar. Kedaulatan ke dalam, yaitu kedaulatan untuk mengatur fungsi-fungsi alat perlengkapan negara. Kedaulatan ke luar, yaitu wewenang suatu negara untuk melakukan tindakan atau hubungan ke luar dengan negara lain. Kedaulatan harus dijaga agar tidak dirampas dan di ganggu oleh negara lain. Dalam hal siapa yang memegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara, ada berbagai teori yang membahasnya.
Kedaulatan mempunyai dua pengertian, yaitu kedaulatan kedalam dan keluar. Kedaulatan kedalam adalah kedaulatan suatu Negara untuk mengatur segala kepentingan rakyatnya tanpa campur tangan Negara lain. Sedangkan kedaulatan keluar adalah kedaulatan suatu Negara untuk mengadakan hubungan atau kerjasama dengan Negara-negara lain untuk kepentingan bangsa dan Negara.





B. Sifat-sifat Pokok Kedaulatan
a. Permanen
Artinya kedaulatan itu tetap ada selama negara itu sendiri.
b. Asli
Artinya kedaulatan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
c. Bulat
Artinya kedaulatan tidak dapat dibagi-bagi dan merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam suatu negara
d. Tidak Terbatas
Artinya kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, sebab jika ada yang membatasi maka akan melenyapkan sifat kedaulatan.

C. Macam-macam Teori Kedaulatan

a. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini pemerintah suatu negara memperoleh kekuasaan tertinggi langsung dari Tuhan. Penguasa negara adalah wakil Tuhan di dunia. Teori ini dianut oleh raja-raja pada jaman dahulu yang mengakui dirinya adalah keturunan dewa. Misalnya raja di Jawa Tengah pada jaman Hindu, Kaisar Jepang dan sebagainya. Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Thomas Aquino, Agustinus, dan Freidrich Julius Sthal



b. Teori Kedaulatan Raja
Menurut teori ini kekuasaan tinggi suatu negara berasal dari raja dan keturunannya. Jadi rajalah yang berdaulat dan raja yang selalu benar karena dianggap keturunan dewa atau wakil Tuhan di bumi. Raja tidak bertanggung jawab pada siapapun kecuali pada dirinya sendiri atau pada Tuhan. Perbuatan raja tidak dibatasi hokum sebab hokum itu sendiri dikehendaki raja. Peletak dasar teori ini adalah N.Machiavelli.

c. Teori Kedaulatan Negara
Menurut teori ini, pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi dari negara. Negara adalah kodrat alam, sedangkan kedaulatan itu sendiri ada sejak negara itu berdiri. Dengan demikian negara merupakan sumber kedaulatan hokum itu ada karena dikehendaki oleh negara. Pelopor teori ini adalah Hagel, Paul Laband, dan George Jellinek.

d. Teori Kedaulatan Rakyat
Teori ini menyatakan bahwa pemerintahan memperoleh kekuasaan tertinggi dari rakyat. Jadi rakyatlah yang sebenarnya memiliki kedaulatan, kemudian rakyat memilih orang-orang yang diserahi mengatur pemerintahan untuk kepentingan rakyat. Pelopor teori ini adalah J.J Rousseau, Montesquieau dan John Locke.

e. Teori Kedaulatan Hukum
Teori ini menyatakan bahwa pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi dari hukum (berdasarkan hukum yang berlaku). Jadi yang berdaulat adalah lembaga atau orang yang berwenang mengeluarkan hukum yang mengikat seluruh warga negara. Lembaga ini adalah pemerintah dalam arti luas. Hukum tertulis maupun tidak tertulis berada di atas negara. Pelopor teori ini adalah Huge De Groot, Immanuel Kant, H. Krabe, dan Leon Deguit.

D. Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, rakyat Indonesia telah memiliki UUD'45 yang ditetapkan sebagai konstitusi negara Indonesia. Suasana yang tidak kondusif dalam pembuatan konstitusi tersebut, akibat banyaknya kompromi yang harus dilakukan dengan penguasa militer Jepang serta keterbatasan waktu, menyebabkan konstitusi yang dihasilkan banyak mengandung kelemahan. Kelemahan tersebut bukannya tidak disadari oleh para pemimpin bangsa. Bung Karno yang turut serta dalam penyusunan UUD'45 dengan jelas mengatakan bahwa UUD'45 adalah UUD kilat yang harus disempurnakan nantinya. Namun adanya keinginan kuat dari para pemimpin bangsa dan rakyat untuk mendirikan sebuah negara Indonesia berdaulat, mensyaratkan sebuah konstitusi dari negara Indonesia. Untuk itulah, UUD'45 dengan segala ketidaksempurnaannya diterima dengan gembira oleh para pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.
Secara substansial, UUD'45 mengandung kelemahan dalam menjelaskan dan mengatur pelaksanaan kedaulatan rakyat.[1] UUD'45 memang mencantumkan adanya kekuasaan tertinggi ditangan rakyat yang akan dilakukan sepenuhnya oleh sebuah Majelis Perwakilan Rakyat[2] (Pasal 1 ayat 2), namun terdapat ketidakjelasan mengenai:
a. kriteria serta proses keanggotaan untuk anggota DPR; mewakili siapa atau mewakili aspirasi apa sesungguhnya anggota DPR yang dimaksuddalam pasal tersebut.
b. kriteria serta proses keanggotaan untuk anggota Utusan Daerah dalamMPR
c. kriteria serta proses keanggotaan untuk anggotaUtusaGolongan dalam MPR
d. ketidakjelasan a,b, c tentang komposisi jumlah keanggotaan serta bentuk pertanggungjawabannya

Padahal sebagai lembaga yang melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat, MPR memiliki kekuasaan yang sangat besar. Ketidakjelasan ini tentu saja menguntungkan penguasa yang dapat mengintrerpretasikan kekurangan UUD'45 sesuai dengan keinginannya. Disinilah bangsa Indonesia berjudi. Pengejewantahan Kedaulatan rakyat di Indonesia tergantung terhadap moralitas penguasa dalam mengintepretasikan kedaulatan rakyat yang diatur dalam UUD'45.

Sejarah keberadaan MPR sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat baru dimulai sejak Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959.' Sebelum dekrit Presiden 5 Juli 1959, MPR belum pemah terbentuk karena kesibukan pemerintah dalam mempertahankan kemerdekaan (1945-1949) atau karena UUD'45 tidak digunakan lagi sebagai konstitusi negara Indonesia (1949-1959). Sementara itu, pemahaman bagaimana mewujudkan MPR sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat seperti yang diamanatkan UUD'45 berbeda antara rezim yang satu dengan rezim yang lainnya. Berbeda pada periode Dernokrasi Terpimpin 1959-1965 dan periode Demokrasi Pancasila 1966-1998, dan berbeda pula pada paska Orde Baru.

Dalam periode demokrasi terpimpin, seluruh anggota MPR dipilih dan diangkat oleh Presiden. Pada masa ini, tidak ada pemilihan umum yang memang tidak disebutkan dalam UUD'45. Presiden dalam hal ini mengambil seluruh peran masyarakat dalam memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Majelis perwakilan. Pemberian peran rakyat dalam memilih wakil-wakilnya melalui Pemilu baru diberikan pada masa demokrasi Pancasila dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Dari total 1000 anggota MPR, 400 anggota MPR dipilih rakyat dan 600 dipilih langsung oleh Presiden atau sebagai bagian penugasan dari eksekutif (Utusan Daerah) atau penugasan dari ABRI. Dalam Era Pasca Orde Baru, jumlah wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum ditingkatkan dari 400 menjadi 462 anggota DPR/MPR. Sementara itu, keberadaan TNI/POLRI di DPR masih dipertahankan walaupun jumlahnya dikurangi dari 75 menjadi 38 orang. Pemahaman mengenai Utusan Daerah dan Utusan Golongan masih juga mengalami perubahan. Pada era ini, Utusan Daerah dipilih oleh DPRD, tidak lagi melalui Muspida, dan Utusan Golongan dipilih oleh KPU (lembaga penyelenggara pemilihan umum dan bersifat ad hoc), tidak lagi ditunjuk dan dipilih langsung oleh Presiden.

Terlalu banyaknya penafsiran yang bisa dilakukan terhadap UUD'45 dengan gejolak sosial politik; yang selalu menyertainya, menyebabkan tekanan untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara Indonesia sesuatu yang tidak terhindarkan. Maka sejak, tahun 1999 melalui Sidang Umum MPR dilakukan amandemen pertama UUD'45 hingga amandemen keempat melalui Sidang Umum MPR tahun 2002. Amandemen kesatu hingga keempat tersebut membawa perubahan terhadap pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia.

MPR berdasarkan UUD'45 yang telah diamandemen masih memegang peranan yang sangat penting dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Walaupun fungsinya sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat telah digantikan oleh UUD (Pasal 1 ay at 2 UUD'45 yang telah diamandemen). Namun sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD (pasal 3 ayat 1 UU'45 yang diamandemen) secara tidak langsung, MPR masih berperan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, jaminan untuk dapat mendudukan wakil-wakil rakyat yang benar-benar dapat menyampaikan aspirasi rakyat sangatlah diperlukan.

MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (pasal 2 ayat 1 UUD'45 yang diamandemen). Artinya tidak ada lagi anggota perwakilan rakyat yang tidak berasal dari proses pemilihan umum seperti selama ini terjadi. Begitu pula dengan Presiden yang selama ini dipilih melalui MPR juga secara langsung dipilih oleh rakyat. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan peran rakyat yang diberikan UUD'45 hasil amandemen dalam memilih wakil-wakilnya untuk duduk di pemerintahan.

Namun adanya pemilihan umum belum lah menjamin rakyat dapat benar benar memilih wakil yang dipercayainya. Selarna ini, dalam proses pemilihan umum, kecuali pemilu 19§5, rakyat hanya memilih partai. Partai lah yang akan menentukan siapa yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hal ini, seringkali menyebabkan rakyat tidak tahu siapa orang yang mewakilinya di lembaga perwakilan. Untuk itu, pemilihan umum seharusnya tidak membatasi rakyat hanya memilih partai namun sekaligus memilih orang yang akan mewakilinya.

Pengaturan sistem pemilihan umum diatur dalam UU pemilu. Saat ini, Panitia Kerja DPR sedang melakukan penyusunan UU Pemilu yang akan digunakaii dalam Pemilihan Umum 2004. Sistem Proporsional Tertutup (closed list) seperti yang selama ini dilakukan tetap menjadi pilihan bagi PDI-P. Sistem ini akan menguntungkan partai karena kekuasaan untuk memilih Orang yang akan duduk di DPR ada ditangan partai. Namun rakyat sebagai pemilih tentu akan dirugikan karena hanya mencoblos partai. Sementara itu, partai lainnya lebih mendukung Sistem Proporsional Terbuka (open list). Sistem ini akan memberikan peran kepada rakyat pemilih dalam memilih secara langsung orang-orang yang paling dipercayainya untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat. Tentu saja diantara dua pilihan di atas, harapan lebih tertuju kepada Sistem Proportional Terbuka.

















PENUTUP DAN KESIMPULAN
Akhirnya, inti dari makalah ini adalah:
 Kedaulatan berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan tertinggi. Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Kedaulatan bersifat asli karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan itu bersifat tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain.
 Menurut Thomas Hobbes, pada awalnya suatu negara dalam keadaan kacau (homo homini lupus, bellum omnium contra omnes) yang menimbulkan rasa takut. Untuk itu, manusia menyadari bahwa untuk menghilangkan kekacauan tersebut masyarakat berjanji untuk membentuk suatu wadah atau negara yang kepemimpinannya diserahkan kepada seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak (absolute).
 Secara substansial, UUD'45 mengandung kelemahan dalam menjelaskan dan mengatur pelaksanaan kedaulatan rakyat.[1] UUD'45 memang mencantumkan adanya kekuasaan tertinggi ditangan rakyat yang akan dilakukan sepenuhnya oleh sebuah Majelis Perwakilan Rakyat[2] (Pasal 1 ayat 2)










DAFTAR PUSTAKA
 http://pknkebondalem.blogspot.com/2009/03/pkn8-bab-iv-kedaulatan-rakyat.html
 Sawiji,S.pd, 2008,Pendamping Materi Kewarganegaraan, Penerbit Agung: Klaten
 http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/telaah_konstitusional.html
 E.Junianti, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan kelas VIII,VMAX: Jakarta
 http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2130339-pengertian-kedaulatan-rakyat-menurut-para/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar